Senin, 03 Oktober 2016

Manajemen Keuangan 2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1              Dividen
2.1.1 Pengertian Dividen
Stice at al (2004:902) menyatakan bahwa “Deviden adalah pembagian kepada pemegang saham dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik”.
Skousen et al (2001:757) yang dikutip oleh Manurung & Siregar (2008:3) ”Deviden adalah pendistribusian laba secara proporsional kepada para pemegang saham sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya”.
Bapepam, dividen adalah porsi keuntungan perusahaan yang dibayarkan kepada para pemegang saham.
Darmaji dan Fakhrudin (2001: 9) dividen adalah pembagian keuntungan yang dihasilkan perusahaan dan tersedia bagi pemegang saham.
Husnan dan Pudjiastuti dividen adalah laba yang diperoleh oleh perusahaan dan tersedia bagi pemegang saham.
Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
a.       pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
b.      pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
c.       pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham
d.      pembagian laba dalam bentuk saham;
e.       pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
f.       jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
g.      pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
h.      pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
i.        bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
j.        bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
k.      pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
l.        pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
2.1.2 Macam-macam Dividen
Ada beberapa jenis Deviden (Siswi Nirwanasari, 2007:22) yaitu :
a.       Deviden kas, Deviden yang paling umum dibagikan perusahaan adalah bentuk kas. Yang perlu diperhatikan oleh pimpinan perusahaan sebelum membuat pengumuman adanya Deviden kas adalah apakah jumlah kas yang ada mencukupi untuk pembagian Deviden tersebut.
b.      Deviden aktiva selain kas (Property Devidend), Kadang-kadang Deviden dibagikan dalam bentuk aktiva selain kas, Deviden dalam bentuk ini disebut property Deviden. Aktiva yang dibagikan bisa berbentuk surat-surat berharga perusahaan lain yang dimiliki oleh perusahaan, barang dagang atau aktiva-aktiva lain.
c.       Deviden hutang (scrip Devidend), Deviden hutang timbul apabila laba tidak dibagi saldonya, mencukupi untuk pembagian Deviden, tetapi saldo kasnya tidak cukup sehingga pimpinan perusahaan akan mengeluarkan scrip Devidend yaitu janji tertulis untuk membayar jumlah tertentu di waktu yang akan datang. Scrip Devidend ini mungkin berbunga mungkin tidak.
d.      Deviden likuidasi, Deviden likuidasi adalah Deviden yang sebagian merupakan pengembalian modal. Apabila perusahaan membagi Deviden likuidasi, maka para pemegang saham harus diberitahu mengenai berapa jumlah pembagian laba, dan berapa yang merupakan pengembalian modal sehingga para pemegang saham bisa mengurangi rekening investasinya.
e.       Deviden saham, Deviden saham adalah pembagian tambahan saham tanpa dipungut pembayaran kepada pemegang saham, sebanding dengan saham-saham yang dimilikinya. Deviden saham dapat berupa saham yang jenisnya sama maupun yang jenisnya berbeda.

2.2              Kebijakan Dividen
2.2.1 Pengertian Kebijakan Dividen
            Dalam melakukan perdagangan saham perusahaan akan memperoleh laba bersih. Laba bersih (net earnings) ini sering disebut sebagai: “Laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa” (earnings available to common stockholders) disingkat EAC. Laba bersih tersebut akan dikenakan pajak sehingga menjadi laba bersih sesudah pajak (earinings after tax atau EAT). Manajemen mempunyai dua alternatif perlakuan terhadap EAT ini yaitu:
ü  Dibagikan kepada para pemegang saham perusahaan dalam bentuk dividen.
ü  Diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan (retained earning) untuk membiayai operasi selanjutnya.
Apabila manajemen memilih alternatif pertama artinya manajemen harus membuat keputusan tentang besarnnya EAT yang dibagikan sebagai dividen. Pembuatan keputusan tentang dividen ini disebut kebijkan dividen.
Bambang Riyanto (2001: 281) mendefinisikan kebijakan dividen sebagai “politik yang bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam perusahaan (laba ditahan).
Sundjaja dan Barlian (2003: 390) kebijakan dividen adalah rencana tindakan yang harus diikuti dalam membuat keputusan dividen.
Wetson dan Brigham (1990: 198) kebijakan dividen adalah keputusan untuk membagikan laba atau menahannya guna diinvestasikan kembali di dalam perusahaan.
Suad Husnan, kebijakan dividen dapat diartikan:
ü  Apakah laba yang diperoleh seharusnya dibagikan atau tidak.
ü  Apakah laba dibagikan dengan konsekuensi harus mengeluarkan saham baru.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen adalah kebijakan pembagian pendapatan yang harus diikuti dalam membuat keputusan dividen (dibagikan/ditahan).
Menurut Lukas Setia Atmaja (2003: 285) rasio antara dividen dan laba bersih sering disebut sebagai Dividend Payout Rasio (DPR), yang persamaannya adalah DPR = Total Dividend/ Net Income. Karena kelebihan laba bersih di atas dividen itu menjadi laba ditahan maka keputusan DPR inclusive keputusan mengenai laba ditahan. Sepintas, para pemegang saham akan merasa senang apabila bagian dari laba bersih yang dibagikan sebagai dividen ini semakin besar. Akan tetapi, apabila DPR ini semakin besar, berarti laba ditahan semakin menciut, padahal pendanaan dengan menggunakan laba ditahan (internal financing) ini mempunyai cost of capital yang paling kecil dibandingkan dengan metode pendanaan lainnya. Dengan demikian keputusan dividen akan mengacu pada suatu kebijakan (dividend policy) yang optimal, terutama disesuaikan dengan konsep tujuan memaksimumkan nilai perusahaan.
Ditinjau dari memaksimumkan rentabilitas modal sendiri, maka kebijakan dividen perlu memperhatikan rentabilitas aktiva dan tingkat bunga. Dikatakan demikian, Karen apabila kebijakan menetapkan bahwa laba ditahan semakin besar berarti perusahaan ini menggunakan metode pendanaan dengan menambah modal sendiri, yakni pendanaan internal.
Kebijakan dividen merupakan salah satu sumber konflik antara manajemen dan principal karena dividen dapat merupakan suatu sinyal yang diberikan perusahaan kepada investor. Dividen yang dibayarkan secara tunai maupun konversi dengan saham mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan prospek yang baik di masa yang akan datang.
2.2.2 Faktor-faktor Kebijakan Dividen
Dalam membagikan dividen, perusahaan harus memperhatikan beberapa faktor, antara lain :
1.      Dividend Payout Ratio industri di mana perusahaan itu berada. Artinya, perusahaan tidak boleh mengabaikan kebijakan dividen perusahan lain
2.      Kesempatan investasi. Kebijakan dividen perusahaan jangan sampai mengorbankan proyek yang dapat meningkatkan value pemegang saham di masa yang akan datang. Semakin besar kesempatan investasi maka dividen yang bisa dibagikan akan semakin sedikit.
3.      Profitabilitas dan Likuiditas. Kebijakan dividen perusahaan sebaiknya memperhitungkan profitabilitas dan likuiditas perusahaan. Aliran kas atau profitabilitas yang baik bisa membayar dividen atau meningkatkan dividen. Alasan lain pembagian dividen adalah untuk menghindari akuisisi oleh perusahaan lain. 
4.      Akses ke pasar keuangan. Jika perusahaan mempunyai akses ke pasar keuangan yang baik, perusahaan bisa membayar dividen lebih tinggi. Akses yang baik bisa membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya.
5.      Pertumbuhan pendapatan perusahaan. Jika pendapatan perusahaan mengalami pertumbuhan, maka jumlah pembayaran dividen dapat dinaikkan. Sebab dengan adanya tambahan pendapatan maka dividen dan laba ditahan juga bertambah.
6.      Stabilitas pendapatan. Jika pendapatan perusahaan relatif stabil, aliran kas di masa mendatang bisa diperkirakan dengan lebih akurat. Perusahaan semacam itu bisa membayar dividen yang lebih tinggi. Hal yang sebaliknya terjadi untuk perusahaan yang mempunyai pendapatan yang tidak stabil. Ketidakstabilan aliran kas di masa mendatang membatasi kemampuan perusahaan membayar dividen yang tinggi.
7.      Prefensi pemegang saham dan keleluasaan untuk menyimpang dari maksimisasi kemakmuran.
8.      Ketersediaan dan biaya alternatif sumber dana. Apabila biaya modal tinggi, maka penggunaan laba ditahan akan semakin menarik.
9.      Pembatasan-pembatasan yang diberikan kreditur. Kadang-kadang para kreditur bisa memberikan batasan mengenai jumlah pembayaran dividen yang boleh dilakukan perusahaan. Tindakan itu biasanya dilakukan agar perusahaan mampu mengarahkan usahanya dalam pelunasan hutang. 
Harapan mengenai kondisi bisnis pada umumnya. Pada waktu inflasi mungkin laba cenderung naik sehingga manajemen dapat menaikkan pembayaran dividen. Dengan demikian, dalam keadaan inflasi, pendanaan melalui pinjaman akan lebih menarik, bandingkan dengan menggunakan laba ditahan. 
2.2.3 Bentuk Kebijakan Dividen
Banyak faktor lain yang ikut berperan dalam penetapan besarnya pembayaran dividen, namun yang menjadi persoalan selanjutnya adalah mengenai bentuk-bentuk kebijakan dividen yang bisa ditempuh oleh suatu perusahaan. Menurut Awat (1998: 171) terdapat empat macam bentuk-bentuk kebijakan dividen, yaitu:
1.     Kebijakan dividen yang stabil (stable dividend-per-share policy), yakni jumlah pembayaran dividen itu sama besarnya dari tahun ke tahun. Salah satu alasan mengapa suatu perusahaan itu menjalankan kebijakan dividen yang stabil adalah untuk memelihara kesan para investor terhadap perusahaan tersebut, sebab apabila suatu perusahaan menerapkan kebijakan dividen yang stabil berarti perusahaan tersebut yakin bahwa pendapatan bersihnya juga stabil dari tahun ke tahun. Meskipun perusahaan mengalami kerugian, jumlah dividen yang dibayar misalnya Rp. 1.500 per saham, maka jumlah ini tetap dibayar kepada pemegang saham. Investor akan aman dengan jumlah yang tetap diterimanya sesuai dengan motivasi mereka.
2.     Kebijakan dividend payout ratio yang tetap (constant dividend payout ratio policy). Dalam hal ini, jumlah dividen akan berubah-ubah sesuai dengan jumlah laba bersih, tetapi rasio antara dividen dan laba ditahan adalah tetap. Deviden yang dibayar berfluktuasi tergantung besarnya keuntungan bagi pemegang saham. Misalnya DPO 60% dari keuntungan. Jika keuntungan Rp 1 miliar, maka deviden yang dibayarkan sebesar 60% x Rp 1 Milyar = Rp 600 juta.
3.     Kebijakan kompromi (compromise policy), yakni suatu kebijakan dividen yang terletak antara kebijakan per saham yang stabil dan kebijakan dividend payout ratio yang konstan ditambah dengan persentasi tertentu pada tahun-tahun yang mampu menghasilkan laba bersiih yang tinggi.
4.     Kebijakan dividen residual (residual-dividend policy). Apabila suatu perusahaan menghadapi suatu kesempatan investasi yang tidak stabil maka manajemen menghendaki agar dividen hanya dibayar ketika laba bersih itu bersih.
Contoh
Tahun
1
2
3
4
5
Laba bersih

Rencana investasi
5 milyar

1 milyar
1,5

1,5
2,5

2,0
2,3

1,5
1,8

2,0






Jika perusahaan memiliki 1 juta lembar saham dengan harga pasar Rp. 1.000 per lembar. Dividen menurut residu sebagai berikut:

Tahun
Laba
Investasi
Deviden
EPS
Dana Ekstern
1
2
3
4
5
2
1,5
2,5
2,3
1,8
1
1,5
2,0
1,5
2,0
1
0
0,5
0,8
0
1.000
0
500
800
0
0
0
0
0
200







2.2.4 Teori Kebijakan Dividen
a.      Dividend Irrelevance Theory (Dividen Tidak Relevan)
Beberapa kalangan berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham perusahaan maupun terhadap biaya modalnya. Jika kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan, maka hal tersebut tidak relevan.
Pendukung dari tidak relevannya kebijakan dividen adalah Modigliani-Miller (MM). Mereka berpendapat bahwa bagaimanapun kebijakan dividen itu memang tidak mempengaruhi harga saham maupun kemakmuran pemegang saham. Lebih lanjut MM berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dan asset perusahaan tersebut. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
MM menyatakan bahwa dividen tidak relevan berdasarkan asumsi-asumsi di bawah ini :
ü  Pasar modal sempurna, di mana para investor mempunyai kesamaan informasi, tidak ada biaya transaksi dan tidak ada pajak.
ü  Para investor bersifat rasional.
ü  Semua peserta pasar bersifat price-taker.
ü  Adanya unsur ketidakpastian bagi arus pendapatan masa datang dan para investor mempunyai informasi yang sama.
ü  Manajer dalam pengambilan keputusannya mengenai produksi dan investasinya disesuaikan dengan informasi tersebut.
ü  Untuk memisahkan pengaruh dividen dan pengaruh leverage, maka semua perusahaan dianggap memiliki rasio D/S sama.
ü  Perusahaan-perusahaan semestinya memiliki kelas risiko yang sama.
ü  Perusahaan dengan produksi yang sekarang memiliki yield yang sama.
b.        Teori Bird in The Hand
Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon (1959) dan John Lintner (1956) yang berpendapat bahwa ekuitas atau nilai perusahaan akan turun apabila rasio pembayaran dividen dinaikkan, karena para investor kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan modal (capital gain) yang dihasilkan dari laba yang ditahan dibandingkan seandainya para investor menerima dividen. Gordon dan Lintner berpendapat bahwa sesungguhnya investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari dividen daripada pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal.
MM dalam hal ini tidak setuju bahwa ekuitas atau nilai perusahaan tidak tergantung pada kebijakan dividen, yang menyiratkan bahwa investor tidak peduli antara dividen dengan keuntungan modal. MM menamakan pendapat Gordon-Lintner sebagai kekeliruan bird-in-the-hand, yakni: mendasarkan pada pemikiran bahwa investor memandang satu burung di tangan lebih berharga dibandingkan seribu burung di udara. Dengan demikian, perusahaan yang mempunyai dividend payout ratio yang tinggi akan mempunyai nilai perusahaan yang tinggi pula.
Namun menurut pandangan MM, kebanyakan investor merencanakan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka dalam saham dari perusahaan bersangkutan atau perusahaan sejenis, dan dalam banyak kasus, tingkat risiko dari arus kas perusahaan bagi investor dalam jangka panjang hanya ditentukan oleh tingkat risiko arus kas operasinya, bukan oleh kebijakan pembagian dividen.
c.         Teori Preferensi Pajak
Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor mungkin lebih menyukai pembagian dividen yang rendah dari pada yang tinggi, yaitu:
ü  Keuntungan modal dikenakan tarif pajak lebih rendah dari pada pendapatan dividen. Untuk itu investor yang kaya (yang memiliki sebagian besar saham) mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba ke dalam perusahaan. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikkan harga saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang pajaknya tinggi.
ü  Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, sehingga ada efek nilai waktu.
ü  Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang.
Karena adanya keuntungan-keuntungan pajak ini, para investor mungkin lebih suka perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan. Jika demikia para investor akan mau membayar lebih tinggi untuk perusahaan yang pembagian dividennya rendah daripada untuk perusahaan sejenis yang pembagian dividennya tinggi.
2.2.5 Mekanisme Pembagian Dividen
Secara umum mekanisme pembagian dividen terbagi dua yaitu jadwal dan tata cara pembagian dividen. Mekanisme ini tergantung pada keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang umumnya diadakan per tahun. Berikut mekanisme pembagian dividen:
a.     Jadwal Pembagian Dividen
Harga saham akan bergerak seiring dengan pengumuman pembagian dividen yang akan dilakukan oleh perusahaan. Secara umum harga saham akan bergerak naik sesuai dengan besarnya dividen yang akan dibagikan perusahan sampai dengan cum dividend date. Kemudian harga saham akan turun kembali pada tingkat wajarnya pada ex-dividend date. Berikut jadwal pembayaran dividen yang harus diperhatikan pemegang saham, yaitu:
a.       Declaration Date, yaitu tanggal pengumuman resmi dari emiten/perusahaan untuk melakukan pembagian dividen.
b.      Cum-Dividend Date, yaitu tanggal terakhir transaksi/perdagangan saham dimana pembeli saham memperoleh hak atas dividen yang dibagikan perusahaan.
c.        Ex-Dividend Date, yaitu tanggal dimana investor sudah memiliki hak untuk memperoleh dividen dan sudah boleh untuk menjual saham yang dimilikinya
d.      Date of Record/ Recording Date, yaitu tanggal dimana investor harus terdaftar atau menentukan daftar nama dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan sehingga ia mempunyai hak yang diperuntukan bagi pemegang saham.
e.       Payment Date / Distribution Date, yaitu tanggal dimana perusahaan membagikan dividen kepada pemegang saham.
b.    Tata Cara Pembagian Dividen
Berikut ini tata cara pembagian dividen secara tunai:
a.       Menemtukan tanggal dan jam pendaftaran pemegang saham yang berhak menerima pembagian dividen tunai kepada perseroan/perusahaan yang bersangkutan.
b.      Menentukan distribusi pembagian dividen tunai, dapat melalui:
ü  PT Kustodian Sentral Efek Indonesia atau KSEI (koloktif)
ü  Broker
Hal ini tergantung lewat perantara mana pemegang saham mengalokasikan bagian dividen tunainya.
c.       Menentukan tanggal dan jam pembagian dividen tunai kepada pemegang saham yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan.
d.      Menentukan tarif dan perhitungan pajak.
e.       Menentukan tarif dan perhitungan pajak bagi pemegang saham apabila yang bersangkutan merupakan wajib pajak luar negeri.

BAB III
PENUTUP

3.1             Simpulan
Dari hasil pembahasan  tentang dividen dan kebijakan dividen maka dapat diambil kesimpulan bahwa dividen merupakan pembagian keuntungan hasil usaha secara proporsional pada masing-masing pemengang saham.

Sedangkan kebijakan dividen merupakan kebijakan pembagian pendapatan yang harus diikuti dalam membuat keputusan dividen (dibagikan/ditahan). Kebijakan untuk membagi dividen atau keputusan untuk tidak membagikan dividen perusahaan tersebut.