BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Dividen
2.1.1
Pengertian Dividen
Stice at al (2004:902) menyatakan bahwa “Deviden
adalah pembagian kepada pemegang saham dari suatu perusahaan secara
proporsional sesuai dengan jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing
pemilik”.
Skousen et al (2001:757) yang dikutip oleh Manurung
& Siregar (2008:3) ”Deviden adalah pendistribusian laba secara proporsional
kepada para pemegang saham sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya”.
Bapepam, dividen adalah porsi keuntungan perusahaan yang dibayarkan kepada
para pemegang saham.
Darmaji dan Fakhrudin (2001: 9) dividen adalah pembagian keuntungan yang dihasilkan
perusahaan dan tersedia bagi pemegang saham.
Husnan dan Pudjiastuti dividen adalah laba yang diperoleh oleh perusahaan
dan tersedia bagi pemegang saham.
Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang
saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi
yang diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
a.
pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;
b.
pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang
disetor;
c.
pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus
yang berasal dari kapitalisasi agio saham
d.
pembagian laba dalam bentuk saham;
e.
pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
f.
jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan;
g.
pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan,
jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika
pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter)
yang dilakukan secara sah;
h.
pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima
sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
i.
bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
j.
bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
k.
pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
l.
pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
2.1.2
Macam-macam Dividen
Ada beberapa jenis Deviden (Siswi Nirwanasari, 2007:22) yaitu :
a.
Deviden kas, Deviden yang paling umum dibagikan perusahaan adalah bentuk
kas. Yang perlu diperhatikan oleh pimpinan perusahaan sebelum membuat
pengumuman adanya Deviden kas adalah apakah jumlah kas yang ada mencukupi untuk
pembagian Deviden tersebut.
b.
Deviden aktiva selain kas (Property Devidend), Kadang-kadang Deviden
dibagikan dalam bentuk aktiva selain kas, Deviden dalam bentuk ini disebut
property Deviden. Aktiva yang dibagikan bisa berbentuk surat-surat berharga
perusahaan lain yang dimiliki oleh perusahaan, barang dagang atau aktiva-aktiva
lain.
c.
Deviden hutang (scrip Devidend), Deviden hutang timbul apabila laba tidak
dibagi saldonya, mencukupi untuk pembagian Deviden, tetapi saldo kasnya tidak
cukup sehingga pimpinan perusahaan akan mengeluarkan scrip Devidend yaitu janji
tertulis untuk membayar jumlah tertentu di waktu yang akan datang. Scrip
Devidend ini mungkin berbunga mungkin tidak.
d.
Deviden likuidasi, Deviden likuidasi adalah Deviden yang sebagian merupakan
pengembalian modal. Apabila perusahaan membagi Deviden likuidasi, maka para
pemegang saham harus diberitahu mengenai berapa jumlah pembagian laba, dan
berapa yang merupakan pengembalian modal sehingga para pemegang saham bisa
mengurangi rekening investasinya.
e.
Deviden saham, Deviden saham adalah pembagian tambahan saham tanpa dipungut
pembayaran kepada pemegang saham, sebanding dengan saham-saham yang
dimilikinya. Deviden saham dapat berupa saham yang jenisnya sama maupun yang
jenisnya berbeda.
2.2
Kebijakan
Dividen
2.2.1
Pengertian Kebijakan Dividen
Dalam melakukan perdagangan saham
perusahaan akan memperoleh laba bersih. Laba bersih (net earnings) ini sering
disebut sebagai: “Laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa” (earnings
available to common stockholders) disingkat EAC. Laba bersih tersebut akan
dikenakan pajak sehingga menjadi laba bersih sesudah pajak (earinings after tax
atau EAT). Manajemen mempunyai dua alternatif perlakuan terhadap EAT ini yaitu:
ü Dibagikan kepada para pemegang saham perusahaan dalam bentuk dividen.
ü Diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan (retained
earning) untuk membiayai operasi selanjutnya.
Apabila manajemen memilih alternatif pertama artinya
manajemen harus membuat keputusan tentang besarnnya EAT yang dibagikan sebagai
dividen. Pembuatan keputusan tentang dividen ini disebut kebijkan dividen.
Bambang Riyanto (2001: 281) mendefinisikan kebijakan
dividen sebagai “politik yang bersangkutan dengan penentuan pembagian
pendapatan (earning) antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para
pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam perusahaan (laba
ditahan).
Sundjaja dan Barlian (2003: 390) kebijakan dividen
adalah rencana tindakan yang harus diikuti dalam membuat keputusan dividen.
Wetson dan Brigham (1990: 198) kebijakan dividen
adalah keputusan untuk membagikan laba atau menahannya guna diinvestasikan
kembali di dalam perusahaan.
Suad Husnan, kebijakan dividen dapat diartikan:
ü Apakah laba yang diperoleh seharusnya dibagikan atau tidak.
ü Apakah laba dibagikan dengan konsekuensi harus mengeluarkan saham baru.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa kebijakan dividen adalah kebijakan pembagian pendapatan yang harus
diikuti dalam membuat keputusan dividen (dibagikan/ditahan).
Menurut Lukas Setia Atmaja (2003: 285) rasio antara
dividen dan laba bersih sering disebut sebagai Dividend Payout Rasio (DPR),
yang persamaannya adalah DPR = Total Dividend/ Net Income. Karena kelebihan laba
bersih di atas dividen itu menjadi laba ditahan maka keputusan DPR inclusive
keputusan mengenai laba ditahan. Sepintas, para pemegang saham akan merasa
senang apabila bagian dari laba bersih yang dibagikan sebagai dividen ini
semakin besar. Akan tetapi, apabila DPR ini semakin besar, berarti laba ditahan
semakin menciut, padahal pendanaan dengan menggunakan laba ditahan (internal
financing) ini mempunyai cost of capital yang paling kecil dibandingkan dengan
metode pendanaan lainnya. Dengan demikian keputusan dividen akan mengacu pada
suatu kebijakan (dividend policy) yang optimal, terutama disesuaikan dengan
konsep tujuan memaksimumkan nilai perusahaan.
Ditinjau dari memaksimumkan rentabilitas modal
sendiri, maka kebijakan dividen perlu memperhatikan rentabilitas aktiva dan
tingkat bunga. Dikatakan demikian, Karen apabila kebijakan menetapkan bahwa
laba ditahan semakin besar berarti perusahaan ini menggunakan metode pendanaan
dengan menambah modal sendiri, yakni pendanaan internal.
Kebijakan dividen merupakan salah satu sumber konflik
antara manajemen dan principal karena dividen dapat merupakan suatu sinyal yang
diberikan perusahaan kepada investor. Dividen yang dibayarkan secara tunai
maupun konversi dengan saham mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dan prospek yang baik di masa yang akan datang.
2.2.2
Faktor-faktor Kebijakan Dividen
Dalam membagikan dividen, perusahaan harus memperhatikan beberapa faktor,
antara lain :
1.
Dividend Payout Ratio
industri di mana perusahaan itu berada. Artinya, perusahaan tidak boleh
mengabaikan kebijakan dividen perusahan lain
2. Kesempatan investasi. Kebijakan dividen perusahaan jangan sampai
mengorbankan proyek yang dapat meningkatkan value pemegang saham di masa yang
akan datang. Semakin besar kesempatan investasi maka dividen yang bisa
dibagikan akan semakin sedikit.
3. Profitabilitas dan Likuiditas. Kebijakan dividen perusahaan sebaiknya
memperhitungkan profitabilitas dan likuiditas perusahaan. Aliran kas atau
profitabilitas yang baik bisa membayar dividen atau meningkatkan dividen.
Alasan lain pembagian dividen adalah untuk menghindari akuisisi oleh perusahaan
lain.
4. Akses ke pasar keuangan. Jika perusahaan mempunyai akses ke pasar keuangan
yang baik, perusahaan bisa membayar dividen lebih tinggi. Akses yang baik bisa
membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya.
5. Pertumbuhan pendapatan perusahaan. Jika pendapatan perusahaan mengalami
pertumbuhan, maka jumlah pembayaran dividen dapat dinaikkan. Sebab dengan
adanya tambahan pendapatan maka dividen dan laba ditahan juga bertambah.
6. Stabilitas pendapatan. Jika pendapatan perusahaan relatif stabil, aliran
kas di masa mendatang bisa diperkirakan dengan lebih akurat. Perusahaan semacam
itu bisa membayar dividen yang lebih tinggi. Hal yang sebaliknya terjadi untuk
perusahaan yang mempunyai pendapatan yang tidak stabil. Ketidakstabilan aliran
kas di masa mendatang membatasi kemampuan perusahaan membayar dividen yang
tinggi.
7. Prefensi pemegang saham dan keleluasaan untuk menyimpang dari maksimisasi
kemakmuran.
8. Ketersediaan dan biaya alternatif sumber dana. Apabila biaya modal tinggi,
maka penggunaan laba ditahan akan semakin menarik.
9. Pembatasan-pembatasan yang diberikan kreditur. Kadang-kadang para kreditur
bisa memberikan batasan mengenai jumlah pembayaran dividen yang boleh dilakukan
perusahaan. Tindakan itu biasanya dilakukan agar perusahaan mampu mengarahkan
usahanya dalam pelunasan hutang.
Harapan mengenai kondisi bisnis pada umumnya. Pada
waktu inflasi mungkin laba cenderung naik sehingga manajemen dapat menaikkan
pembayaran dividen. Dengan demikian, dalam keadaan inflasi, pendanaan melalui
pinjaman akan lebih menarik, bandingkan dengan menggunakan laba ditahan.
2.2.3
Bentuk Kebijakan Dividen
Banyak faktor lain yang ikut berperan dalam penetapan besarnya pembayaran
dividen, namun yang menjadi persoalan selanjutnya adalah mengenai bentuk-bentuk
kebijakan dividen yang bisa ditempuh oleh suatu perusahaan. Menurut Awat (1998:
171) terdapat empat macam bentuk-bentuk kebijakan dividen, yaitu:
1.
Kebijakan dividen yang
stabil (stable dividend-per-share policy), yakni jumlah pembayaran dividen itu
sama besarnya dari tahun ke tahun. Salah satu alasan mengapa suatu perusahaan
itu menjalankan kebijakan dividen yang stabil adalah untuk memelihara kesan
para investor terhadap perusahaan tersebut, sebab apabila suatu perusahaan
menerapkan kebijakan dividen yang stabil berarti perusahaan tersebut yakin
bahwa pendapatan bersihnya juga stabil dari tahun ke tahun. Meskipun perusahaan
mengalami kerugian, jumlah dividen yang dibayar misalnya Rp. 1.500 per saham,
maka jumlah ini tetap dibayar kepada pemegang saham. Investor akan aman dengan
jumlah yang tetap diterimanya sesuai dengan motivasi mereka.
2.
Kebijakan dividend
payout ratio yang tetap (constant dividend payout ratio policy). Dalam hal ini,
jumlah dividen akan berubah-ubah sesuai dengan jumlah laba bersih, tetapi rasio
antara dividen dan laba ditahan adalah tetap. Deviden yang dibayar berfluktuasi
tergantung besarnya keuntungan bagi pemegang saham. Misalnya DPO 60% dari keuntungan.
Jika keuntungan Rp 1 miliar, maka deviden yang dibayarkan sebesar 60% x Rp 1
Milyar = Rp 600 juta.
3.
Kebijakan kompromi
(compromise policy), yakni suatu kebijakan dividen yang terletak antara
kebijakan per saham yang stabil dan kebijakan dividend payout ratio yang
konstan ditambah dengan persentasi tertentu pada tahun-tahun yang mampu
menghasilkan laba bersiih yang tinggi.
4.
Kebijakan dividen
residual (residual-dividend policy). Apabila suatu perusahaan menghadapi suatu
kesempatan investasi yang tidak stabil maka manajemen menghendaki agar dividen
hanya dibayar ketika laba bersih itu bersih.
Contoh
Tahun
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Laba bersih
Rencana investasi
|
5 milyar
1 milyar
|
1,5
1,5
|
2,5
2,0
|
2,3
1,5
|
1,8
2,0
|
Jika perusahaan memiliki 1 juta lembar
saham dengan harga pasar Rp. 1.000 per lembar. Dividen menurut residu sebagai
berikut:
Tahun
|
Laba
|
Investasi
|
Deviden
|
EPS
|
Dana Ekstern
|
1
2
3
4
5
|
2
1,5
2,5
2,3
1,8
|
1
1,5
2,0
1,5
2,0
|
1
0
0,5
0,8
0
|
1.000
0
500
800
0
|
0
0
0
0
200
|
2.2.4
Teori Kebijakan Dividen
a.
Dividend Irrelevance Theory (Dividen Tidak Relevan)
Beberapa kalangan berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai
pengaruh terhadap harga saham perusahaan maupun terhadap biaya modalnya. Jika
kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan, maka hal tersebut
tidak relevan.
Pendukung dari tidak relevannya kebijakan dividen adalah Modigliani-Miller
(MM). Mereka berpendapat bahwa bagaimanapun kebijakan dividen itu memang tidak
mempengaruhi harga saham maupun kemakmuran pemegang saham. Lebih lanjut MM
berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dan asset
perusahaan tersebut. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan
investasi. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan
dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
MM menyatakan bahwa dividen tidak relevan berdasarkan asumsi-asumsi di
bawah ini :
ü Pasar modal sempurna, di mana para investor mempunyai kesamaan informasi,
tidak ada biaya transaksi dan tidak ada pajak.
ü Para investor bersifat rasional.
ü Semua peserta pasar bersifat price-taker.
ü Adanya unsur ketidakpastian bagi arus pendapatan masa datang dan para
investor mempunyai informasi yang sama.
ü Manajer dalam pengambilan keputusannya mengenai produksi dan investasinya
disesuaikan dengan informasi tersebut.
ü Untuk memisahkan pengaruh dividen dan pengaruh leverage, maka semua
perusahaan dianggap memiliki rasio D/S sama.
ü Perusahaan-perusahaan semestinya memiliki kelas risiko yang sama.
ü Perusahaan dengan produksi yang sekarang memiliki yield yang sama.
b.
Teori Bird in The Hand
Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon (1959) dan
John Lintner (1956) yang berpendapat bahwa ekuitas atau nilai perusahaan akan
turun apabila rasio pembayaran dividen dinaikkan, karena para investor kurang
yakin terhadap penerimaan keuntungan modal (capital gain) yang dihasilkan dari
laba yang ditahan dibandingkan seandainya para investor menerima dividen.
Gordon dan Lintner berpendapat bahwa sesungguhnya investor jauh lebih menghargai
pendapatan yang diharapkan dari dividen daripada pendapatan yang diharapkan
dari keuntungan modal.
MM dalam hal ini tidak setuju bahwa ekuitas atau nilai
perusahaan tidak tergantung pada kebijakan dividen, yang menyiratkan bahwa
investor tidak peduli antara dividen dengan keuntungan modal. MM menamakan
pendapat Gordon-Lintner sebagai kekeliruan bird-in-the-hand, yakni: mendasarkan
pada pemikiran bahwa investor memandang satu burung di tangan lebih berharga
dibandingkan seribu burung di udara. Dengan demikian, perusahaan yang mempunyai
dividend payout ratio yang tinggi akan mempunyai nilai perusahaan yang tinggi
pula.
Namun menurut pandangan MM, kebanyakan investor
merencanakan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka dalam saham dari
perusahaan bersangkutan atau perusahaan sejenis, dan dalam banyak kasus,
tingkat risiko dari arus kas perusahaan bagi investor dalam jangka panjang
hanya ditentukan oleh tingkat risiko arus kas operasinya, bukan oleh kebijakan
pembagian dividen.
c.
Teori Preferensi Pajak
Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa
investor mungkin lebih menyukai pembagian dividen yang rendah dari pada yang
tinggi, yaitu:
ü Keuntungan modal dikenakan tarif pajak lebih rendah dari pada pendapatan
dividen. Untuk itu investor yang kaya (yang memiliki sebagian besar saham)
mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba ke dalam
perusahaan. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikkan harga
saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang
pajaknya tinggi.
ü Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, sehingga ada
efek nilai waktu.
ü Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama
sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang.
Karena adanya keuntungan-keuntungan pajak
ini, para investor mungkin lebih suka perusahaan menahan sebagian besar laba
perusahaan. Jika demikia para investor akan mau membayar lebih tinggi untuk
perusahaan yang pembagian dividennya rendah daripada untuk perusahaan sejenis
yang pembagian dividennya tinggi.
2.2.5
Mekanisme Pembagian Dividen
Secara umum mekanisme pembagian dividen terbagi dua yaitu jadwal dan tata
cara pembagian dividen. Mekanisme ini tergantung pada keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) yang umumnya diadakan per tahun. Berikut mekanisme
pembagian dividen:
a.
Jadwal Pembagian Dividen
Harga saham akan
bergerak seiring dengan pengumuman pembagian dividen yang akan dilakukan oleh
perusahaan. Secara umum harga saham akan bergerak naik sesuai dengan besarnya
dividen yang akan dibagikan perusahan sampai dengan cum dividend date. Kemudian
harga saham akan turun kembali pada tingkat wajarnya pada ex-dividend date.
Berikut jadwal pembayaran dividen yang harus diperhatikan pemegang saham,
yaitu:
a.
Declaration Date, yaitu
tanggal pengumuman resmi dari emiten/perusahaan untuk melakukan pembagian dividen.
b. Cum-Dividend Date, yaitu tanggal terakhir transaksi/perdagangan saham
dimana pembeli saham memperoleh hak atas dividen yang dibagikan perusahaan.
c. Ex-Dividend Date, yaitu tanggal
dimana investor sudah memiliki hak untuk memperoleh dividen dan sudah boleh
untuk menjual saham yang dimilikinya
d. Date of Record/ Recording Date, yaitu tanggal dimana investor harus
terdaftar atau menentukan daftar nama dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan
sehingga ia mempunyai hak yang diperuntukan bagi pemegang saham.
e. Payment Date / Distribution Date, yaitu tanggal dimana perusahaan
membagikan dividen kepada pemegang saham.
b.
Tata Cara Pembagian Dividen
Berikut ini tata cara pembagian dividen secara tunai:
a.
Menemtukan tanggal dan
jam pendaftaran pemegang saham yang berhak menerima pembagian dividen tunai
kepada perseroan/perusahaan yang bersangkutan.
b. Menentukan distribusi pembagian dividen tunai, dapat melalui:
ü PT Kustodian Sentral Efek Indonesia atau KSEI (koloktif)
ü Broker
Hal ini tergantung lewat perantara mana pemegang saham
mengalokasikan bagian dividen tunainya.
c. Menentukan tanggal dan jam pembagian dividen tunai kepada pemegang saham
yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan.
d. Menentukan tarif dan perhitungan pajak.
e. Menentukan tarif dan perhitungan pajak bagi pemegang saham apabila yang
bersangkutan merupakan wajib pajak luar negeri.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Dari
hasil pembahasan tentang dividen dan
kebijakan dividen maka dapat diambil kesimpulan bahwa dividen merupakan
pembagian keuntungan hasil usaha secara proporsional pada masing-masing
pemengang saham.
Sedangkan
kebijakan dividen merupakan kebijakan pembagian pendapatan yang harus
diikuti dalam membuat keputusan dividen (dibagikan/ditahan). Kebijakan untuk
membagi dividen atau keputusan untuk tidak membagikan dividen perusahaan
tersebut.